Bonek kembali ke Khittah
- Persebaya, Sebuah klub asal Surabaya yang berdiri pada 18 Juni 1927. Klub yang sarat akan prestasi dan memunculkan segudang pemain hebat nasional. Terhitung sudah 7 Gelar juara liga yang diraih oleh Persebaya. Baik saat masih era perserikatan maupun ketika kompetisi sudah melebur menjadi satu. Galatama dan Perserikatan. Tak pelak dengan adanya prestasi tersebut yang kemudian menjadikan Persebaya sebagai tim besar dan disegani oleh tim-tim Indonesia lainnya. Namun, tidak hanya prestasi saja yang bisa dibanggakan oleh Persebaya. Tetapi juga, memunculkan para pemain-pemain hebat nasional dari hasil binaan mereka.Segudang prestasi yang di dapatkan oleh Persebaya tidak bisa dilepaskan oleh adanya pendukung atau suporter mereka. Ya, karena peran suporter disini juga sangat berpengaruh bagi sebuah klub. Klub dan Suporter itu sangat erat kaitannya. Gampangnya, akan saling menguntungkan satu sama lain. Biasa disebut dengan ‘Simbiosis Mutualisme’. Sepak bola tanpa Suporter ibarat sayur tanpa garam, sepak bola tanpa suporter bagai banteng tanpa tanduk. Sebuah klub akan dapat mencapai prestasinya juga ada faktor suporter selain pemain-pemain yang hebat, manajemen yang profesional serta pembinaan pemain yang mumpuni. Di sinilah letak fungsi suporter merupakan bagian yang sangat vital bagi klub. Suporter dan sepak bola bisa dikatakan muncul beriringan. Dimana ada sepak bola disitu pasti ada suporter. Karena sepak bola merupakan salah satu olahraga yang global di seluruh penjuru dunia. Peranan penting suporter adalah memberikan dukungan kepada klub kebanggaannya. Baik dukungan secara moral maupun materiil.Terlepas dari semua itu, suporter Persebaya juga merupakan salah satu suporter fanatik yang ada di Indonesia. Bahkan banyak kalangan yang menyebut suporter Persebaya merupakan pelopor suporter modern di Indonesia. Pernyataan itu mungkin tidak berlebihan jika kita menengok fakta sejarah suporter persebaya kisaran tahun 80-90an. Dimana mereka para suporter rela meninggalkan segala aktivitasnya dan merogeh koceknya hanya untuk mendukung Persebaya. Sehingga pada waktu itu memunculkan sebuah istilah yang disematkan kepada suporter Persebaya, yaitu dengan sebutan ‘Bonek’ (Bondho Nekat). Istilah itu muncul sebagai sebuah representasi dari semangat dan militansi para suporter Persebaya ketikan mendukung Persebaya. Baik di kandang dan terlebih lagi ketika bermain tandang.Namun, semangat dan militansi suporter Persebaya ini ketika memasuki dekade tahun 90-an keatas bisa dikatakan kelam dan tidak dibarengi semangat positif para pendahulunya. Ada anggapan bahwasanya terputus dan tidak adanya sinergisitas antara generasi sebelumnya dengan generasi selanjutnya. Jika di Inggris, masa kelam suporter itu terjadi ketika tahun 1960 hingga 1980-an yang biasa di sebut dengan ‘Hooliganisme’. Di Indonesia justru terjadi pada tahun 1990-an keatas. Banyak tindakan-tindakan yang tidak seharusnya di lakukan oleh seorang suporter. Tindak kriminal serta kekerasan sering terjadi pada masa itu. Selain itu, berbagai media massa maupun elektronik juga berperan di dalamnya. Yang justru memperkeruh keadaan. Pemberitaan yang tidak seimbang dan sering menjudge suporter Persebaya sebagai suporter paling rusuh dan anarkis. Anehnya lagi, media akan sangat senang jika ada aktivitas ataupun tindakan negatif dari para suporter. Bahkan akan menjadi headline news dan pemberitaannya akan terus menerus. Dari sinilah, suporter Persebaya yang terkenal dengan sebutan Bonek itupun dicap sebagai sampah masyarakat. Bahkan banyak yang membenci. Akan tetapi, tidak bisa di generalisasikan bahwa itu semua merupakan Bonek. Seorang Gubernur Jawa Timur pada waktu itu, Basofi Soedirman mengatakan itu bukan Bonek tapi itu Boling (Bondho Maling). Dan satu hal lagi yang menjadi sebuah kisah atau cerita unik dari suporter Persebaya ini adalah ketika para suporter dipulangkan menggunakan kapal perang dari Jakarta ke Surabaya. Hal itu dikarenakan dikhawatirkan akan adanya bentrokan antara suporter Persebaya dengan suporter Semarang. Karena pada waktu itu hubungan antara kedua suporter tersebut tidak harmonis seperti yang terjadi pada saat ini. Pemulangan suporter dengan menggunakan kapal perang ini bisa dikatakan merupakan satu-satunya di Indonesia atau bahkan di Dunia.Seiring berjalannya waktu dan dinamika yang terjadi pada suporter Persebaya, Bonek. Lambat laun aksi kekerasan serta tindak kriminal semakin berkurang. Dikarenakan mulai munculnya kesadaran dari tiap-tiap individu maupun kelompok yang menyadari tidak ada manfaatnya dan justru akan merugikan diri kita sendiri tentu saja juga merugikan Persebaya serta tidak ingin hal semacam ini akan menular kepada generasi selanjutnya. Cukup terjadi pada masa-masa itu saja. Sebagai suporter selain mendukung juga harus menjaga nama baik klub yang didukungnya. Tindakan serta aksi-aksi positif mulai bermunculan dan sering dilakukan oleh para Bonek. Baik di dalam stadion ketika mendukung Persebaya bertanding serta saat di luar. Contoh kecilnya ketika di dalam stadion, adanya berbagai atraksi dan kreatifitas dari bonek untuk mendukung Persebaya. Jadi penonton ataupun suporter tidak hanya terhibur dengan aksi para pemain ketika di lapangan hijau saja. Tetapi, juga mendapatkan hiburan tambahan dari para suporter dengan berbagai atraksi dan kreatifitas tersebut. Dan untuk aksi yang ada di luar stadion lebih mengarah kepada sebuah aksi sosial. Yang mana tidak hanya melibatkan para suporter tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar. Seperti halnya acara ketika di bulan Ramadhan. Bagi takjil, baksos ke panti asuhan dan lain sebagainya. Untuk yang di luar bulan Ramadhan ada juga kegiatan seperti aksi ziarah ke makam para pahlawan, mantan pemain Persebaya, Renungan, Cabut paku, Penghijauan serta kegiatan-kegiatan positif lainnya. Hal ini tentu merupakan angin segar terhadap para suporter Persebaya, banyak pihak yang mengapresiasi aksi-aksi tersebut. yang mana kemudian muncul sebuah celetukan “Kami bukan yang terbaik tetapi kami ingin menjadi lebih baik”. Sangat mengena jika bisa memahami arti dari celetukan tersebut. Namun, tidak mudah untuk menjadi lebih baik. Masih banyak halangan serta problem-problem yang menerpa. Problem Internal maupun Eksternal. Pelan tapi pasti, jika kata orang Jawa ‘Alon-alon asal klakon’ dan juga barangsiapa yang menanam kebaikan pasti akan menuai kebaikan pula. Sabar dan tetap beristiqomah adalah kunci untuk bisa menggapai kesuksesan serta menjadi lebih baik. Sedikit menganalogikan apa yang sedang terjadi pada suporter Persebaya saat ini dengan pertanyaan seperti ini, lebih baik mana antara mantan ustad dengan mantan preman?.
Silahkan dijawab sendiri(Ahmad Arif Chusnuddin/Kadjie Kampret)
like this...
BalasHapus-S1NYAL WANI-
salam 1 nyali
BalasHapusWANI boss..!!
BalasHapussaluto to persebaya 1927
BalasHapus